Penjelasan Kasus Korupsi LPEI Di KPK: Modus-Calon Tersangka

Estimated read time 4 min read

Penjelasan Kasus Korupsi LPEI Di KPK: Modus-Calon Tersangka – Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) resmi memulai penyidikan terkait kasus dugaan korupsi dalam penyaluran fasilitas kredit ekspor di Lembaga Pembiayaan Ekspor Indonesia (LPEI). Kasus ini di duga merugikan negara hingga Rp 766 miliar, melibatkan direksi dan sudah ada calon tersangka.

Wakil Ketua KPK Alexander Marwata menjelaskan lembaganya menerima laporan ini pada 10 Mei 2023. Setelah melalui proses penyelidikan, KPK menemukan indikasi terjadinya penyimpangan dalam penyaluran kredit yang di berikan oleh LPEI kepada debitur berinisial PT PE. PT PE merupakan perusahaan yang bergerak di bidang distribusi BBM dan bahan bakar lainnya.

“Salah satu perusahaan yang menerima fasilitas modal kerja ekspor dari LPEI yakni PT PE,” kata Alexander dalam konferensi pers di kantornya, Jakarta, Selasa (19/3/2024).

Alex mengatakan PT PE memperoleh kredit modal kerja ekspor (KMKE) dari LPEI sebanyak 3 kali, yakni 2015, 2016 dan kembali mendapatkan tambahan pada 2017. Pada 2015, PT PE memperoleh modal kerja ekspor sebesar US$ 22 juta; pada 2016 sebesar Rp 400 miliar; dan pada 2017 sebesar Rp 200 miliar.

“Sehingga totalnya adalah US$ 22 juta dan Rp 600 miliar,” kata Alex.

KPK menduga pemberian modal kerja terhadap PT PE di lakukan secara serampangan. Dia menyebut dugaan keterlibatan komite pembiayaan di LPEI saat itu. Komite ini bertanggung jawab atas bisnis dan risiko di bank ekspor impor tersebut.

Fungsi bisnis di wakili direktur pelaksana 1, direktur pelaksana 2, dan direktur pelaksana 3 serta SEVP 1. Sedangkan fungsi risiko di wakili direktur eksekutif, direktur pelaksana 4, SEVP 6, dan kepala divisi credit reviewer.

Alex mengatakan penyidik menduga komite pembiayaan mengabaikan prinsip kehati-hatian dalam menyalurkan kredit ke PT PE. Untuk mendapatkan kredit, kata dia, sebuah perusahaan harus memenuhi sejumlah syarat. PT PE, kata dia, tak memenuhi syarat-syarat tersebut, namun tetap memperoleh kredit.

Baca Juga :

Hasil Pemeriksaan Bos Bapanas Dalam Kasus Korupsi SYL

Dia mencontohkan laporan keuangan yang di serahkan oleh PT PE di duga telah di rekayasa. Aset yang menjadi jaminan pinjaman, kata dia, di nilai juga bermasalah karena belum sepenuhnya di miliki PT PE. Menurut Alex, PT PE di duga juga menggelembungkan nilai piutang yang mereka miliki.

“Jadi jaminannya rendah, tidak menutup kredit yang diberikan,” kata Alexander.

Alex menambahkan kondisiperusahaan PT PE jauh dari kata prima. Rasio aset lancar perusahaan lebih kecil dari satu kali. Rasio utang perusahaan juga mencapai 4 kali dari modal. Seluruh kondisi itu, kata Alex, seharusnya cukup membuat LPEI menolak pengajuan kredit dari perusahaan ini. KPK menduga komite pembiayaan LPEI mengesampingkan berbagai fakta tersebut.

Penjelasan Kasus Korupsi LPEI Di KPK: Modus-Calon Tersangka

“Ini beberapa dugaan fraud yang di lakukan dengan tidak telitinya mantan komite pembiayaan LPEI dalam menganalisis laporan keuangan PT PE,” kata Alex.

Alex menjelaskan dugaan fraud itu tidak hanya terjadi ketika penyetujuan pinjaman. Ketika PT PE di nyatakan pailit pada 2019, dugaan kecurangan berikutnya kembali terjadi. Saat itu, kata dia, PT PE masih memiliki tagihan senilai US$ 60 juta atau setara Rp 844 miliar kepada LPEI.

Penyelamatan pembiayaan, kata Alex, di lakukan dengan skema pengalihan dari piutang kepada dua perusahaan. Total piutang yang di alihkan sebanyak US$ 10 juta. Namun, kedua perusahaan yang memperoleh peralihan hak tagih itu justru masih terafiliasi dengan PT PI, karena di duga di miliki orang yang sama berinisial GM.

“Patut diduga pengalihan piutang hanya untuk mengalihkan dari perusahaan yang sudah pailit ke perusahaan dengan pemilik yang sama,” ujar dia.

Baca Juga :

KPK Tangkap Tangan ASN di Sidoarjo, Kasus Pajak dan Retribusi

Alex mengatakan salah satu perusahaan itu sudah membayar sebagian kewajiban utang atas cessie. KPK menduga masih tersisa sebanyak US$ 54,5 juta kewajiban yang belum di bayarkan oleh PT PE kepada LPEI atau setara Rp 766 miliar. Kurang bayar atas kewajiban PT PE itulah yang kemudian di hitung menjadi kerugian negara.

“Penyimpangan yang di duga di lakukan direksi LPEI dalam pemberian fasilitas dan jaminan pembiayaan menimbulkan potensi kerugian negara sekurang-kurangnya US$ 54,5 juta atau dengan kurs Rp 14.407,99 senilai Rp 766 miliar,” kata Alex.

Alex mengatakan KPK sudah memetakan pihak yang harus dimintai tanggung jawab atas kerugian negara tersebut. Penetapan tersangka, kata dia, akan di lakukan dalam proses penyidikan nantinya.

“Calon ada, ya kalo calon ada kan, ya ga usah di sebutkan, nantilah,” kata dia.

Wakil Ketua KPK Nurul Ghufron dalam kesempatan yang sama mengatakan lembaganya sebenarnya menerima 6 laporan terkait dugaan korupsi dalam kredit bermasalah di LPEI. Dari 6 laporan itu, kata dia, baru 3 laporan yang sudah di telaah, salah satunya yang melibatkan PT PE.

Selain PT PE, Ghufron mengatakan lembaganya sedang menyelidiki dugaan korupsi penyaluran kredit ekspor yang melibatkan PT RII senilai Rp 1,6 triliun dan PT SMJL senilai Rp 1,051 triliun. Ghufron sedang berbicara mengenai dugaan korupsi penyaluran kredit ekspor dengan jumlah total Rp 3,451 triliun. “Baru 3 perusahaan yang kami hitung, sementara yang lain belum,” kata dia.


You May Also Like

More From Author

+ There are no comments

Add yours