Bukti Industri Hiburan Mati Karena Pajak 40-75%

Estimated read time 3 min read

Bukti Industri Hiburan Mati Karena Pajak 40-75% – Ketua Umum Gabungan Industri Pariwisata Indonesia( GIPI) Hariyadi Sukamdani berikan fakta, industri jasa hiburan semacam diskotek, karaoke, kelab malam, bar, serta mandi uap/ spa mati akibat syarat tarif pajak minimun 40%- 75%.

Syarat tarif pajak itu di resmikan dalam Pasal 58 ayat 2 Undang- Undang Ikatan Keuangan antara Pemerintah Pusat serta Pemerintahan Wilayah( UU HKPD). GIPI juga sudah mengajukan judicial review ataupun uji materiil ke Mahkamah Konstitusi terhadap pasal tersebut Rabu( 7/ 2/ 2024).

” Kerugian itu bukan di hitung rupiah lagi tetapi tutup. Ini bubar telah tentu, stop mereka, yang kami khawatirkan hendak mencuat praktik- praktik ilegal, menyuap oknum pemerintah, aparat, buat mereka survive,” kata Hariyadi di Gedung MK, Jakarta, Rabu( 7/ 2/ 2024).

Hariyadi juga berikan fakta kalau syarat pajak dalam Pasal 58 ayat 2 UU HKPD mematikan jasa hiburan semacam diskotek, karaoke, kelab malam, bar, serta mandi uap/ spa. Dia mendasarinya pada informasi 177 wilayah dari total 436 wilayah yang sudah menetapkan tarif itu, cocok catatan Departemen Keuangan.

Tarif itu di resmikan lebih dahulu oleh 177 wilayah memakai UU Pajak Wilayah serta Retribusi Wilayah( PDRD). Dalam Pasal 45 ayat 2 UU PDRD pagelaran busana, kontes kecantikan, diskotik, karaoke, klab malam, game ketangkasan, panti pijat. Serta mandi uap/ spa di resmikan pajaknya optimal 75% walaupun tidak terdapat batasan minimum 40% semacam UU HKPD.

Wilayah yang sudah mempraktikkan tarif 40%- 75% itu antara lain merupakan Kabupaten Siak, Kabupaten Tanjung Jabung Timur. Kabupaten Ogan Komering Ulu, Kabupaten Belitung Timur, Kabupaten Lebak, Kabupaten Grobokan, serta Kota Tual.

Baca Juga :

Pajak BBM DKI Jadi 10%, Harga BBM Pertalite Naik?

Bagi Hariyadi, dari 36 asosiasi yang di naungi GIPI, tidak terdapat satupun jasa hiburan spesial semacam diskotek, karaoke. Kelab malam, bar, serta mandi uap/ spa yang hidup di wilayah yang mempraktikkan tarif pajak 40%- 75%. Hingga, kala di resmikan secara universal dengan batas minimum 40% dalam UU HKPD. Di pastikan tidak hendak terdapat lagi tipe jasa hiburan itu di masing- masing wilayah.

” Aku ambil contoh di Belitung Timur, di situ diskotek 75%, tetapi memanglah enggak terdapat barangnya. Jadi memanglah jika telah begitu memanglah enggak terdapat usahanya yang ingin bayar segitu,” tegas Hariyadi.

Bukti Industri Hiburan Mati Karena Pajak 40-75%

Oleh karena itu, Hariyadi menekankan, bila jasa hiburan bertumbangan dengan pelaksanaan tarif pajak 40%- 75%. Ujungnya yang terdampak merupakan para tenaga kerja di dalamnya yang hendak kehabisan pekerjaan. Sementara itu jasa hiburan itu tidak sempat mensyaratkan kualifikasi spesial dalam penyerapan tenaga kerja.

” Jasa hiburan salah ia apa, jika salah cabut aja izinnya kan telah sempat pula Alexis itu, tetapi jangan instrumen pajak di mainkan. Sebab zona ini serapan tenaga kerjanya besar enggak perlu kualifikasi besar, betul- betul banyak serap orang,” tegas Hariyadi.

Baca Juga :

Jokowi Bahas Pajak Hiburan Dengan Kumpulkan Menteri

Oleh karena itu, dia berharap biar MK mengabulkan gugatan terhadap Pasal 58 ayat 2 yang di ajukan GIPI. Baginya tarif pajak yang cocok buat jasa hiburan spesial itu optimal 10% sebagaimana pelaksanaan tarif pajak hiburan spesial di bermacam wilayah sepanjang ini memakai UU PDRD.

Dia juga berkata, GIPI hendak membuat pesan edaran biar hiburan spesial yang terdampak tarif pajak Pasal 58 ayat 2 UU HKPD membayar pajak cocok syarat lama di wilayah sepanjang ini, biar tidak mati kala di tagihkan tarif pajak itu semenjak Januari 2024 ini.

” Sebab belum terdapat keputusan, kita buat pesan edaran, kita memohon seluruh anggota kita bayar tarif lama dahulu tetapi jika vonis MK ini kita harapkan dapat di kabulkan tarif baru optimal 10% sebab itu yang layak dapat di terima,” ungkap Hariyadi.

 


You May Also Like

More From Author

+ There are no comments

Add yours